Update

8/recent/ticker-posts

Trend Delman Siantar Kenderaan Bebas Polusi



KORANKITA.ONLINE.[ Pematamgsiantar-Sumut] - Pada era 1980 an, selain becak BSA ( Brimingham Small Army-red) peninggalan tentara sekutu pada Perang Dunia II, kendaraan umum yang sering digunakan warga Siantar adalah dokar alias sado. Tapi, seiring perkembangan zaman, kenderaan bebas polusi itu punah digantikan angkutan kota (angkot).

Namun, beberapa tahun terakhir, kendaraan "Tempoe Doeloe" ini muncul lagi. Hanya saja, bukan lagi untuk mengangkut penumpang dan barang seperti pada "masa"nya dari Pasar Horas maupun Pasar Parluasan dan ke rumah warga, tapi sudah menjadi kendaraan untuk rekreasi keliling kota.

Karena peminatnya cukup ramai, kalau ingin "tiktak tiktuk" naik kendaraan yang juga disebut delman ini dan bisa duduk di muka samping pak kusir yang sedang bekerja, jangan hari Minggu atau hari libur. Sebaiknya, pilih hari biasa agar lebih tenang dan tak harus mengantri.

"Ya, kalau hari Minggu atau hari libur, peminat sado cukup ramai dan penumpang harus sabar menunggu giliran," kata Rendi Piliang (27), sais (pengemudi sado) yang mangkal bersama sadonya di sekitar lapangan H Adam Malik, Minggu (5/2/22) malam sekira jam 19.00 WIB.

Rendi Piliang sebenarnya sengaja datang dari Padang, Sumatera Barat (Sumbar) setahun lalu untuk mencari nafkah di Kota Siantar. Dikatakan Rendi, dia datang karena menurut temannya yang sudah kembali ke Padang dan juga seorang sais di Siantar, sado sebagai kendaraan rekrasi cukup diminati.

"Saya datang ke Siantar ini karena kata teman yang pernah membawa sado ke sini. Kata teman itu di Siantar lebih enak dibanding di Kota Padang, kampung halaman saya, dan ternyata penghasilan cukup lumayan. Alhamdulillah sampai sekarang lancar jaya," katanya.

Kalau soal ongkos, sekali putar keliling-keliling hanya Rp30 ribu dan bisa untuk lima orang. Kalau penghasilannya bersih, sehari dua paling sedikit Rp 100 ribu. Bahkan, karena penghasilan cukup lumayan, Rendy berani memboyong istri dan anaknya dari Padang untuk tinggal di Karang Sari, Kabupaten Simalungun.

Lebih lanjut dikatakan Rendi, dia membawa dua unit sado dan dua ekor kuda. Hanya saja, cuma satu yang beroperasi karena saisnya sedang pulang kampung untuk urusan keluarga dan baru akan datang kira-kira dua minggu atau paling lambang sebulan lagi.

Masalah pemeliharaan kuda, katanya, tidak sulit. Paling penting harus diberi puding telor ayam enam butir campur bir hitam satu botol. Sedangkan rumput muda sebagai makanan dicampur gandum. Kalau tubuh kuda tampak seperti lemas kurang bergairah, boleh juga diberi minum jamu beras kencur campur kunyit.

"Mudah-mudahan kuda saya ini belum pernah sakit dan saya berharap selalu sehat-sehat saja," katanya sembari menjelaskan jenis kuda miliknya itu peranakan kuda Sumbaya blasteran Bukit Tinggi.

Sementara, pantauan awak media ini, peminat sado rata-rata orangtua yang sudah berkeluarga. Sambil membawa anggota keluarga atau anak-anaknya. Rutenya, dari Lapangan H Adam Malik, masuk Jalan Sudirman, Kartini, MH Sitorus dam kembali lagi ke Lapangan H Adam Malik.

"Lumayan juga untuk rekreasi apalagi naik sado ini ada musiknya dan anak-anak juga senang karena kalau malam pakai lampu kelap-kelip," kata Linda (36), warga Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat yang naik sado bersama suami dan dua orang anaknya.||01-Str/*

Posting Komentar

0 Komentar